Sunday, 27 November 2011
Alun - Alun Tulungagung
Inilah ikon kota Tulungagung saat ini. Dengan menara patung Garuda setinggi +/- 30 meter di tengah taman Di pusat kota ini anda dapat sejenak melepaskan beban dengan berjalan - jalan atau sekedar duduk - duduk di taman kota. Di alun alun ini disediakan fasilitas kamar mandi umum, tempat outbond untuk anak2, jalanan
berbatu untuk terapi tubuh, dan tempat duduk.
Dulu di kawasan ini adalah tempat berdagang yang sangat ramai waktu saya masih SD, mungkin karena program pemerintah akhrinya Satpol PP menertibkan para pedagang sehingga taman ini menjadi layak untu disebut taman. Tiap sore - malam, ada saja sekumpulan anak muda yang hanya sekedar nongkrong2 atau memadu kasih di kawasan ini.
Kini taman ini selain dihiasi oleh tumbuhan yang terawat, tempat untuk duduk-duduk, juga beberapa pagupon (Jawa: sarang merpati — red) ditempatkan di empat sudut taman. Adanya burung-burung merpati ini mungkin diinspirasikan dari taman-taman di Eropa. Ya, inilah ikon kota.
The best ever from Tulungalaygung.
Photo by Galih Satria
Wastafel Batu Kali (Large Size)
Batuan kali atau sungai yang dibuat kerajinan berupa wastafel, lampu taman, dll.
Labels:
Souvenir
Wastafel Batu Kali
Batuan kali atau sungai yang dibuat kerajinan berupa wastafel, lampu taman, dll.
Labels:
Souvenir
Wastafel Batu Fosil 3
Adalah sebuah kayu yang sudah memfosil dan menjadi batu sehingga mempunyai corak kayu dalam wujud batuan dan dijadikanlah suatu kerajinan.
Labels:
Souvenir
Wastafel Batu Fosil 2
Adalah sebuah kayu yang sudah memfosil dan menjadi batu sehingga mempunyai corak kayu dalam wujud batuan dan dijadikanlah suatu kerajinan.
Labels:
Souvenir
Wastafel Batu Erosi
Adalah batu yang sudah mengalami proses erosi oleh alam sehingga mempunyai bentuk abstrak yang bernilai seni untuk dijadikan suatu kerajinan
Labels:
Souvenir
Wastafel Batu Fosil
Adalah sebuah kayu yang sudah memfosil dan menjadi batu sehingga mempunyai corak kayu dalam wujud batuan dan dijadikanlah suatu kerajinan.
Labels:
Souvenir
Pusaka Kyai Upas
Kyai Upas adalah nama sebuah pusaka berbentuk tombak, dengan landeannya ( kayu pegangannya) tidak kurang dari 5 meter. Pusaka ini berasal dari Mataram yang di bawa oleh R.M. Tumenggung Pringgodiningrat, putar dari Pangeran Notokoesomo di Pkalongan yang menjadi menanatu Sultan Jogyokarto kedua (Hamengku Buwono II) yang bertanda pada tahun 1792-1828, ialah ketika R.T. Pringgodiningrat diangkat menjadi Bupati Ngrowo (tulungagung) sekarang. Di samping pusaka itu ada kelengkapannya yang dalam isltilah Jawa disebut "Kyai Jinggo Pengasih" berwujud 1 perangkat gamelan pelog-slendro yang diberi nama "Kyai Jinggo Pengasih" besrta satu kotak wayang purwa lenkap dengan kelirnya. Pusaka dan pengiring ini tidak boleh dipisahkan dan sekarang tersimpan di bekas rumah pensiunan bupati Pringgokoesomo, di desa Kepatihan Tulungagung. Inilah yang oleh masyrakat Tulungagung dianggap sebagai pusaka daerah.
Sejak R.M. Tumenggung Pringgodaningrat pusaka tadi dipelihara baik-baik secara turun-temurun kepada R.M.Djajaningrat (Bupati ke V), lalu diturunkan kepada R.M. Adipati Somodiningrat (Bupati ke VI), kemudian diturunkan lagi kepada adiknya R.T. Gondokoesomo (Bupati Ngrowo VIII) dan selanjutnya diwariskan kepad adiknya ialah R.M. Tumenggung Pringgokoesomo (Bupati Ngrawo X). Setelah R.M. T Pringgokoesomo pensiun dalm tahun 1895 dan wafat tahun 1899, maka pemeliharaan pusaka diteruskan oleh Raden Ayu ialah seorang janda, sedang hak temurunnya (hak waris) kepada putranya yang bernama R.M. Moenoto Notokosoemo seorang komesaris polisi di Surabaya. Sejak tahun 1907 pemeliharaan pusaka berada di tanggan menantu R.M.T. Pringgokoesomo, yaitu R.P.A. Sosrodiningrat (Bupati Tulungagung XIII), dan sejak zaman Jepang di teruskan oleh saudaranya yang bernama R.A. Hadikoesomo. Setelah R.A. Hadikoesomo wafat, tugas ini diambil alih kembali oleh R.M. Moenoto Notokoesomo
Labels:
Budaya
Situs Candi Sanggrahan
Komplek Lapangan
Komplek candi berada pada pemukiman yang cukup subur dan terdiri atas tiga bangunan, masing – masing tidakutuh lagi. Secara administrasi situs masuk dalam lingkungan Dusun Sangrahan, Desa Sanggrahan yang merupakan daerah rawan banjir.
Secara umum komplek percandian terdiri atas sebuah bangunan induk dan 2 buah sisa bangunan kecillainya. Bangunan induk berukuran panjang 12.60m lebar 9.05 m tinggi 5.86 cm. Bangunan ini terdiri atas empat tingkat yang masing – masing berdenah bujur sangkar dengan arah atap menghadap ke barat. Bangunan kecil yang berada di sebelah timur bangunan induk hanya tersisa bagian bawahnya saja. Bahan yang digunakan dalam pembangunanya adalah bata. Di tempat ini dulu terdapat lima buah Arca Budha yang masing – masing memiliki posisi mudra yang berbeda. Demi keamanan dari pencurian,sekarang arca tersebut di simpan di rumah juru pelihara.
Bangunan diatas berada padat teras/ undakan berukuran 51 m x 42.50 m. Pagar penahan undakan itu adalah bata setinggi tidak kurang daridua meter.
Berdekatan dengan komplek Candi Sangrahan ini terdapat Candi Boyolangu serta peninggalan kuno lain di perbukitan Walikukun. Seperti Gua Selomangkleng (sekitar 1 km) dan Goa Pasir. Dapat diduga bahwa kekunaan itu dibangun pada masa yang tidak berbeda. Saat ini fungsi dari situs tersebut sebagai obyek wisata,kebanyakan para pelajar baik dari daerah Tulungagung maupun dari luar daerah.
Latar Belakang Sejarah
Hingga saat ini dikenal cerita rakyat versi Sina Wijoyo Suyono berkenaan dengan Candi Sanggrahan, yang dikatakan sebagai tempat yang dipergunakan untuk beristirahatnya rombongan pembawa jenazah Gayatri (Rajapadmi),pendeta wanita Budha (Bhiksumi) masa kerajaan Majapahit Pemerintahan Hayam Wuruk. Jenazah itu dibawa dari Kraton Majapahit untuk menjalani upacara pembakaran di sebuah tempat disekitar Boyolangu. Dalam versi tersebut, Candi Sanggrahan disebut Candi Cungkup, sedangkan candi Boyolangu dikenal dengan nama Candi Gayatri ( Anonim 1985 ) Sumber lain yang berhubungan dengan kekunaan itu belum dijumpai.
Latar Belakang Budaya
Tidak banyak yang dapat diungkapkan mengenai candi tersebut, disamping karena kurangnya bahan tersedia juga mengingat keletakanya yang berdekatan dengan situs lain yang sezaman. Secara umum pembicaraan tentang latar belakang budayanya dapat disejajarkan dengan Candi Boyolangu. Seperti halnya candi lain yang masih banyak dijumpai,fungsi utama sebuah candi adalah tempat pemujaan. Hal ini berlaku juga untuk Candi Sanggrahan, ditambah dengan keterangan lain yang menyebutkan sebagai sebuah tempat persinggahan sebelum diadakan upacara sekar di Candi Gayatri.
Berdasarkan padatemuan berupa arca – arca Budha dalam berbagai mudra-Nya,dapat dikatakan bahwa keagamaan Candi Sanggrahan ini adalah agama Budha. Namun halini bukanlah sesuatu yang mutlak,karena pada zaman kerajaan Singhasari Majapahit diketahui adanya perbauran antara kepercayaan asli berupa pemujaan terhadap arwah leluhur dan kepercayaan Siwa dan budha ( Slamet Mulyana 1979 )
Situs Candi Gayatri
Candi Boyolangu merupakan kompleks percandian yang terdiri daritiga bangunan perwara. Masing – masing bangunan menghadap kebarat, candi ditemukan kembali oleh masyarakat pada tahun 1914 dalam timbunan tanah. Bangunan pertama disebut dengan bangunan induk perwara, karena bangunan ini berukuran lebih besar disbanding dengan bangunan kedua bangunan lainnya. Letak bangunan ini ditengah bangunan lainya.
Candi Boyolangu berada di tengah pemukiman penduduk di wilayah Dusun Dadapan, Desa Boyolangu, kecamatan Boyolangu Kabupaten Tulunaggung, Wilayah Propinsi Jawa Timur.
Bangunan induk perwara terdiri daridua teras berundak yang hanya tinggal bagian kakinya. Bentuk bangunan berdenah bujursangkar dengan panjang dan lebar 11,40 M dengan sisa ketinggian kurang lebih 2,30M ( dengan mengambil sisi selatan ).
Di dalam bangunan ini terdapat sebuah sempalan arca wanita Budha dan beberapa umpak berukuran besar. Kondisi arca sudah rusak, namun masih terlihat baik. Bagian kepala dan anggota tangan arca hilang karena pengrusakan. Oleh para ahli arca ini dikenal dengan nama Gayatri. Gayatri adalah salah satu dari keempat anak raja Kertanegara ( Singhosari ) yang kemudian diwakili Raden Wijaya ( Majapahit ). Masa hidupnya Gayatri terkenal sebagai pendeta wanita Budha (Bhiksumi ) masa kerajaan majapahit dengan gelar Rajapadmi.
Bentuk arca menggambarkan perwujudan Dhyani budha Wairocana dengan duduk diatas padmasanan (singgasana)berhiasdaun teratai. Sikap tangan rcaadalah Dharmacakramudra (mengajar). Badan arca dan padmasana tertatah halus dengan gaya Majapahit. Sedangkan jumlah unpack pada bangunan perwara ini, sebanyak tujuh buah dengan dua umpak berangka tahun 1291 C ( 1369 M ) dan 1322 C ( 1389 M ). Dengan adanya umpak – umpak tersebut diduga bangunan Candi Boyolangu dahulunya memakai atap, mengingat fungsi umpakpada umumnya sebagai penyangga tiang bangunan.
Berdasarkan angka tahun pada kedua umpak bangunan induk ( 1369 M, 1380 M ) maka diduga Candi Boyolangu dibangun pada zaman Majapahit masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk ( 1359 M, 1389 M ). Sedangkan sifat, nama dan tempat bagunan disebutkan dalam kitab Kesusastraan Nagarakertagama karangan Mpu Prapanca (masa Majapahit Pemerintahan Raja Hayam Wuruk ) bahwa di Boyolangu terdapat bangunan suci (candi) beragama Budha dengan nama Prajnaparamitapuri.
Banguan perwara yang kedua berada di selatan bangunan induk. Keadaan bangunan hanya tinggal bagian kaki dan berdenah bujursangkar dengan ukuran panjang dan lebar 5,80 m. Adapun bangunan perwara ketiga berada di utara bangunan induk perwara. Kondisi bangunan sudah runruh dan berdenah bujursangkar dengan ukuran panjang dan lebar masing – masing 5,80m.
Latar Belakang Sejarah
Candi ini ditemukan kembali padatahun 1914, yang menurut informasi sejarah dibangun pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk (1359 1389 M ). Sumber lainya menyebutkan bahwa candi ini merupakan penyimpanan abu jenazah Gayatri yang bergelar Rajapadmi.
Berdasarkan pada angka tahun terdapat pada bangunan induk diketahui bahwa candi ini dibangun padazaman majapahit, yaitu sekitar abad XIV. Pembangunannya dikaitkan dengan tokoh wanita yang diduga adalah Gayatri. Menurut kitab Nagarakertagama bangunan ini didirikan pada masa Pemerintahan Hayam Wuruk ( 1359 1389 M) dengan nama Prajnaparamitaputri ( Slametmulyana, 1979 ).
Menurut keterangan para ahli bangunan inimerupakan tempat penyimpanan abu jenazah Gayatri setelah jenazahnya dibakar di lokasi lain yang berdekatan.
Situs ini berada pada dataran yang berjarak hanya sekitar 6km di sebelah selatan kota Tulungagung. Di sekitarnya cukup banyak situs lain yang dapat ikatakan sejaman. Sekitar 1km disebelah timurnya terdapat Candi Sanggrahan yang menurut cerita merupakan tempat persinggahan pada saat menuju Candi Boyolangu atau Candi Gayatri.
Latar Belakang Budaya
Situs ini dahulu berfungsi sebagai tempat penyimpanan abu jenazah Gayatri dan sekaligus tempat pemujaan masyarakat pendukungnya dalam pemuliaan tersebut Gayatri diwujudkan sebagai Dyani Budha Wairocana dengan sikap Dharmacakramuda.
Hal tersebut didukung dengan temuan berupa sumuran dan arca perwujudan Majapahit.melihat pada Arca Pantheon Dewa dan wahananya,dapat ditentukan bahwa situs berlatar belakang agama Hindu.
Pada masa Indonesia kuno,candi dikenal sebagai tempat pemujaan,temapat raja/penguasa yang telah meninggal dimanifestasikan sebagai arca perwujudan yang sekaligus dijadikan sarana pemujaan masyarakat pendukungnya.
Artinya tempat tersebut selain berfungsi sebagai temnpat pemujaan juga sebagai tempat penyimpanan abu jenazah Raja /Penguasa.
Fungsi candi persinggahan itu cukup menonjol mengingat berbagai sumber menyebutkan peran Candi Boyolangu sebagai tempat keramat yang di sekar para pembesar Majapahit setiapbulan Badrapada.
Di bagian selatan Candi Boyolangu ini, seolah – olah melingkarinya, terdapat situs – situs lain yang berada di perbukitan. Bermula dari Gua Tritis disebelah Barat Daya, terus ke Tenggara adalah situs – situs Goa Selomangkleng, Candi Dadi dan Goa Pasir. Jarak antara Boyolangu dan masing – masing situs berkisar antara 2 – 4 km.
Candi Boyolangu berada di tengah pemukiman penduduk di wilayah Dusun Dadapan, Desa Boyolangu, kecamatan Boyolangu Kabupaten Tulunaggung, Wilayah Propinsi Jawa Timur.
Bangunan induk perwara terdiri daridua teras berundak yang hanya tinggal bagian kakinya. Bentuk bangunan berdenah bujursangkar dengan panjang dan lebar 11,40 M dengan sisa ketinggian kurang lebih 2,30M ( dengan mengambil sisi selatan ).
Di dalam bangunan ini terdapat sebuah sempalan arca wanita Budha dan beberapa umpak berukuran besar. Kondisi arca sudah rusak, namun masih terlihat baik. Bagian kepala dan anggota tangan arca hilang karena pengrusakan. Oleh para ahli arca ini dikenal dengan nama Gayatri. Gayatri adalah salah satu dari keempat anak raja Kertanegara ( Singhosari ) yang kemudian diwakili Raden Wijaya ( Majapahit ). Masa hidupnya Gayatri terkenal sebagai pendeta wanita Budha (Bhiksumi ) masa kerajaan majapahit dengan gelar Rajapadmi.
Bentuk arca menggambarkan perwujudan Dhyani budha Wairocana dengan duduk diatas padmasanan (singgasana)berhiasdaun teratai. Sikap tangan rcaadalah Dharmacakramudra (mengajar). Badan arca dan padmasana tertatah halus dengan gaya Majapahit. Sedangkan jumlah unpack pada bangunan perwara ini, sebanyak tujuh buah dengan dua umpak berangka tahun 1291 C ( 1369 M ) dan 1322 C ( 1389 M ). Dengan adanya umpak – umpak tersebut diduga bangunan Candi Boyolangu dahulunya memakai atap, mengingat fungsi umpakpada umumnya sebagai penyangga tiang bangunan.
Berdasarkan angka tahun pada kedua umpak bangunan induk ( 1369 M, 1380 M ) maka diduga Candi Boyolangu dibangun pada zaman Majapahit masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk ( 1359 M, 1389 M ). Sedangkan sifat, nama dan tempat bagunan disebutkan dalam kitab Kesusastraan Nagarakertagama karangan Mpu Prapanca (masa Majapahit Pemerintahan Raja Hayam Wuruk ) bahwa di Boyolangu terdapat bangunan suci (candi) beragama Budha dengan nama Prajnaparamitapuri.
Banguan perwara yang kedua berada di selatan bangunan induk. Keadaan bangunan hanya tinggal bagian kaki dan berdenah bujursangkar dengan ukuran panjang dan lebar 5,80 m. Adapun bangunan perwara ketiga berada di utara bangunan induk perwara. Kondisi bangunan sudah runruh dan berdenah bujursangkar dengan ukuran panjang dan lebar masing – masing 5,80m.
Latar Belakang Sejarah
Candi ini ditemukan kembali padatahun 1914, yang menurut informasi sejarah dibangun pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk (1359 1389 M ). Sumber lainya menyebutkan bahwa candi ini merupakan penyimpanan abu jenazah Gayatri yang bergelar Rajapadmi.
Berdasarkan pada angka tahun terdapat pada bangunan induk diketahui bahwa candi ini dibangun padazaman majapahit, yaitu sekitar abad XIV. Pembangunannya dikaitkan dengan tokoh wanita yang diduga adalah Gayatri. Menurut kitab Nagarakertagama bangunan ini didirikan pada masa Pemerintahan Hayam Wuruk ( 1359 1389 M) dengan nama Prajnaparamitaputri ( Slametmulyana, 1979 ).
Menurut keterangan para ahli bangunan inimerupakan tempat penyimpanan abu jenazah Gayatri setelah jenazahnya dibakar di lokasi lain yang berdekatan.
Situs ini berada pada dataran yang berjarak hanya sekitar 6km di sebelah selatan kota Tulungagung. Di sekitarnya cukup banyak situs lain yang dapat ikatakan sejaman. Sekitar 1km disebelah timurnya terdapat Candi Sanggrahan yang menurut cerita merupakan tempat persinggahan pada saat menuju Candi Boyolangu atau Candi Gayatri.
Latar Belakang Budaya
Situs ini dahulu berfungsi sebagai tempat penyimpanan abu jenazah Gayatri dan sekaligus tempat pemujaan masyarakat pendukungnya dalam pemuliaan tersebut Gayatri diwujudkan sebagai Dyani Budha Wairocana dengan sikap Dharmacakramuda.
Hal tersebut didukung dengan temuan berupa sumuran dan arca perwujudan Majapahit.melihat pada Arca Pantheon Dewa dan wahananya,dapat ditentukan bahwa situs berlatar belakang agama Hindu.
Pada masa Indonesia kuno,candi dikenal sebagai tempat pemujaan,temapat raja/penguasa yang telah meninggal dimanifestasikan sebagai arca perwujudan yang sekaligus dijadikan sarana pemujaan masyarakat pendukungnya.
Artinya tempat tersebut selain berfungsi sebagai temnpat pemujaan juga sebagai tempat penyimpanan abu jenazah Raja /Penguasa.
Fungsi candi persinggahan itu cukup menonjol mengingat berbagai sumber menyebutkan peran Candi Boyolangu sebagai tempat keramat yang di sekar para pembesar Majapahit setiapbulan Badrapada.
Di bagian selatan Candi Boyolangu ini, seolah – olah melingkarinya, terdapat situs – situs lain yang berada di perbukitan. Bermula dari Gua Tritis disebelah Barat Daya, terus ke Tenggara adalah situs – situs Goa Selomangkleng, Candi Dadi dan Goa Pasir. Jarak antara Boyolangu dan masing – masing situs berkisar antara 2 – 4 km.
Situs Candi Dadi
Komplek candi ini berada padaketinggian 360 m dari permukaan laut, berada di tengah areal kehutanan dilingkunganb RPH Kalidawir. Secara administratif candi ini masuk wilayah Dusun Mojo, Desa Wajak Kidul. Lokasi candi ini dapat ditempuh dengan berjalan kaki selama kurang lebih 40 menit dari DesaWajak kidul kearah Selatan.
Candi ini merupakan candi tunggal yang tidak memiliki tangga masuk hiasan maupun arca. Candi tersebut berdiri tegak pada puncak sebuah bukit di lingkungan Pegunungan Walikukun. Denah Candi berbentuk bujursangkar dengan ukuran panjang 14m lebar 14m dan tinggai 6.50m. Bangunan berbahan batuan andesit itu terdiri atas batur dan kaki candi. Berbatur tinggi dan berpenampilan setiap sisinya. Bagian atas batur merupakan kaki candi yang berdenah segi delapan,pada permukaan tampak bekas tembok berpenampang bulat yang kemungkinan berfungsi sebagai sumuran. Diameter sumuran adalah 3.35m dengan kedalaman 3m.
Dalam perjalanan kelokasi ini dapat dilihat sisa bangunan kuno yang masing – masing disebut Candi Urung, Candi Buto, dan Candi Gemali. Candi – candi yang disebut belakangan dapat dikatakan tidak terlihat lagi bentuknya, kecuali gundukan batuan andesit itu pun sudah dalamjumlah yang sangat kecil yang memadai keberadaanya dahulu.
Saat ini situs dipergunakan sebagai obyek wisata dan pengenalan sejarah bagi siswa – siswa di lingkup Kabupaten Tulungagung,bahkan rombongan pelajar sering memanfatakan lingkungan sekitar untuk melakukan perkemahan.
Latar Belakang Sejarah
Berakhirnya kekuasaan HayamWuruk juga merupakan masa suram bagi kehidupan Agama Hindu. Pertikaian politik yang terjadi di lingkungan kraton memunculkan kekacauan, seiring dengan munculnya agama islam. Dalamkondisi yang dermikian,penganut Hindu Budha yang berupaya menjauhkan diri dari pertikaian yang ada melakukan pengasingan agar tetap dapat menjalankan kepercayaan/ tradisi yang dimilikinya. Sebagaian besar memilih puncak – puncak bukit atau setidaknya kawasan yang tinggi dan sulit dijangkau. Biasanya tempat baru yang mereka pilih merupakan tempat yang jauh dari pusat keramaian maupun pusat Pemerintahan.
Candi Dadi adalah salah satu dari karya arsitektural masa itu sekitar akhir abad XIV hingga akhir abad XV.
Latar Belakang Budaya
Selain sebagai temapat pemujaan dapatdiduga bahwacandu tersebut dahulu berfungsi juga sebagai tempatpengabuan, pembakaranjenazah tokoh penguasa.Sifatkeagamaan yang melatar belakangi pendiriannya secaratepat belumdiketahui.Hal tersebut disebabkan tidak ditemukannya datayang mampu menunjuang upaya pengenalannya secara langsung.Meskipundemikian sumuran yang terdapatdi bagiantengah bangunan tersebut dapat digunakan sebagai petunjuk darikarakter sebuah pencandian berlatar keagamaan hindu.
Keletakan pada puncak sebuah bukit yang cukup sulit untuk dijangkau, dihubungkan dengan anggapan masyarakat Indonesia kuno bahwa puncak gunung merupakan tanah suci. Sebagai sebuah tradisi yang berlangsung sejakj aman prasejarah yang percaya bahwa arwah paraluluhur berada disana, masyarakat penganut budaya hindu juga memanfaatkan puncak-puncak gunung untuk meletakkan bangunan sucinya. Hal itu bertalian dengan .Hal itu berkaitan dengan mitos keagamaan dengan mitos keagamaan Hindu yang menganggap bahwa tempat bersemayamnya para dewa adalah tempat yang tinggi. Bila tidak terdapat sebuah puncak gunung atau bukit, merekamenggunakan terasberundak yang secara fisik da[at menggambarkan keletakanya yang lebih tinggi, atau dapat pula dilakukan dengan mengadakan pembagian halaman. Halaman terakhir adalah tempat, yang dianggap paling tinggi dan di tempat itulah diletakkan sesuatu yang dianggap paling megah atau paling besar sebagai cerminan kahyangan.
Berkenaan dengan fahan yang demikian itu, lingkungan alam disekitar Candi Dadi memang sangat mendukung. Berada pada puncang bukit yang mengahadap kelembah utara ,karya arsitektur tersebut betul – betul mennggambarkan kemegahan. Sesuatu yang memang patut dipersembahkan kepada sesembahanya. Tidak mengherankan bila disekitarnya,padaradius kurang 1 km, dijumpai sisa/bekas bangunan suci lain yang oleh masyarakat setempat dikenal sebagai candi Urung,Candi Buto dan candi Gemali. Semuanya menempati puncak – puncak bukit yang langsung berhadapan dengan lembah Boyolangu disebelah utaranya.
Untuk kepentingan manusia masa kini, pengenalan akan pemahaman tentang kegungan sang pencipta memang dapat dipupuk dari situs dan lingkungan alam di sana. Mencitai keindahan alam yang terdampar disekitar Candi Dadi beserta kelompok candi lain didekatnya,juga sejalan dengan upaya mencintai karya budaya nenek moyangnya, dan itu semua adalah juga sama untuk mencintai Penciptanya.
source : dmosisboy
Candi ini merupakan candi tunggal yang tidak memiliki tangga masuk hiasan maupun arca. Candi tersebut berdiri tegak pada puncak sebuah bukit di lingkungan Pegunungan Walikukun. Denah Candi berbentuk bujursangkar dengan ukuran panjang 14m lebar 14m dan tinggai 6.50m. Bangunan berbahan batuan andesit itu terdiri atas batur dan kaki candi. Berbatur tinggi dan berpenampilan setiap sisinya. Bagian atas batur merupakan kaki candi yang berdenah segi delapan,pada permukaan tampak bekas tembok berpenampang bulat yang kemungkinan berfungsi sebagai sumuran. Diameter sumuran adalah 3.35m dengan kedalaman 3m.
Dalam perjalanan kelokasi ini dapat dilihat sisa bangunan kuno yang masing – masing disebut Candi Urung, Candi Buto, dan Candi Gemali. Candi – candi yang disebut belakangan dapat dikatakan tidak terlihat lagi bentuknya, kecuali gundukan batuan andesit itu pun sudah dalamjumlah yang sangat kecil yang memadai keberadaanya dahulu.
Saat ini situs dipergunakan sebagai obyek wisata dan pengenalan sejarah bagi siswa – siswa di lingkup Kabupaten Tulungagung,bahkan rombongan pelajar sering memanfatakan lingkungan sekitar untuk melakukan perkemahan.
Latar Belakang Sejarah
Berakhirnya kekuasaan HayamWuruk juga merupakan masa suram bagi kehidupan Agama Hindu. Pertikaian politik yang terjadi di lingkungan kraton memunculkan kekacauan, seiring dengan munculnya agama islam. Dalamkondisi yang dermikian,penganut Hindu Budha yang berupaya menjauhkan diri dari pertikaian yang ada melakukan pengasingan agar tetap dapat menjalankan kepercayaan/ tradisi yang dimilikinya. Sebagaian besar memilih puncak – puncak bukit atau setidaknya kawasan yang tinggi dan sulit dijangkau. Biasanya tempat baru yang mereka pilih merupakan tempat yang jauh dari pusat keramaian maupun pusat Pemerintahan.
Candi Dadi adalah salah satu dari karya arsitektural masa itu sekitar akhir abad XIV hingga akhir abad XV.
Latar Belakang Budaya
Selain sebagai temapat pemujaan dapatdiduga bahwacandu tersebut dahulu berfungsi juga sebagai tempatpengabuan, pembakaranjenazah tokoh penguasa.Sifatkeagamaan yang melatar belakangi pendiriannya secaratepat belumdiketahui.Hal tersebut disebabkan tidak ditemukannya datayang mampu menunjuang upaya pengenalannya secara langsung.Meskipundemikian sumuran yang terdapatdi bagiantengah bangunan tersebut dapat digunakan sebagai petunjuk darikarakter sebuah pencandian berlatar keagamaan hindu.
Keletakan pada puncak sebuah bukit yang cukup sulit untuk dijangkau, dihubungkan dengan anggapan masyarakat Indonesia kuno bahwa puncak gunung merupakan tanah suci. Sebagai sebuah tradisi yang berlangsung sejakj aman prasejarah yang percaya bahwa arwah paraluluhur berada disana, masyarakat penganut budaya hindu juga memanfaatkan puncak-puncak gunung untuk meletakkan bangunan sucinya. Hal itu bertalian dengan .Hal itu berkaitan dengan mitos keagamaan dengan mitos keagamaan Hindu yang menganggap bahwa tempat bersemayamnya para dewa adalah tempat yang tinggi. Bila tidak terdapat sebuah puncak gunung atau bukit, merekamenggunakan terasberundak yang secara fisik da[at menggambarkan keletakanya yang lebih tinggi, atau dapat pula dilakukan dengan mengadakan pembagian halaman. Halaman terakhir adalah tempat, yang dianggap paling tinggi dan di tempat itulah diletakkan sesuatu yang dianggap paling megah atau paling besar sebagai cerminan kahyangan.
Berkenaan dengan fahan yang demikian itu, lingkungan alam disekitar Candi Dadi memang sangat mendukung. Berada pada puncang bukit yang mengahadap kelembah utara ,karya arsitektur tersebut betul – betul mennggambarkan kemegahan. Sesuatu yang memang patut dipersembahkan kepada sesembahanya. Tidak mengherankan bila disekitarnya,padaradius kurang 1 km, dijumpai sisa/bekas bangunan suci lain yang oleh masyarakat setempat dikenal sebagai candi Urung,Candi Buto dan candi Gemali. Semuanya menempati puncak – puncak bukit yang langsung berhadapan dengan lembah Boyolangu disebelah utaranya.
Untuk kepentingan manusia masa kini, pengenalan akan pemahaman tentang kegungan sang pencipta memang dapat dipupuk dari situs dan lingkungan alam di sana. Mencitai keindahan alam yang terdampar disekitar Candi Dadi beserta kelompok candi lain didekatnya,juga sejalan dengan upaya mencintai karya budaya nenek moyangnya, dan itu semua adalah juga sama untuk mencintai Penciptanya.
source : dmosisboy
Telaga Buret
Salah satu telaga yang masih mampu mengeluarkan sumber air dari sungai bawah tanah walau semakin menyusut debet air yang dikeluarkan karena pengaruh iklim dan penggundulan hutan namun masih bisa untuk mengairi sawah dari sebagian tiga desa,meski bergilir yaitu Desa Sawo, Ngentrong dan Gedangan
Menurut kepercayaan yang menguasai di telaga Buret adalah Mbah Djiigangdjoyo. Dalam cerita sebetulnya mbah Djigangdjoyo itu juga seorang pangeran tetapi oleh sebab termasuk pangeran yang sudah tua, maka lazimnya orang-orang lalu menyebutnya mbah Djigang begitu saja.
Mungkin pengeran Djigangdjojo itu juga seorang pelarian yang tujuannya sama dengan Pangeran Benowo di Bedalem hanya tempatnya menepi di telaga Buret.
Mbah Djigangdjojo kesenangannya adu jago. Sampai sekarang ini masih dipercayai kalau mbah Djigangdjojo itu kalah jagonya, maka keadaan ikan-ikan di rawa-rawa kelihatan banyak sekali.
Mbah Djigangdjojo mempunyai 2 orang anak yang seorang bernama Sekardjojo tempatnya masih menjadi satu ditelaga Buret berkumpul dengan mbah Djigangdjojo, sedang yang seorang bernama Kembangsore bertempat dibawah dawuhan/jempatan desa Gedangan.
Keadaan telaga Buret sampai sekarang seakan-akan masih tampak keangkerannya. Tak ada yang berani mengambil ikan dari sekitar Telaga itu, karena menurut kepercayan kalu ada yang berani mengambil, akhirnya tidak antara lama pasti menderita/mendapat halangan.
Kecuali kalau ikan tadi sudah berada di dawuhan Malang, biarpun asalnya dari telaga Buret tetapi sudah bisa diambil oleh siapapun saja.
Bagi desa Sawo, Gedangan dan Ngentrong telaga Buret merupakan tempat yang dianggap keramat.
Tiga desa tersebut tiap 1 tahun sekali tepat pada bulan Selo, hari Jum’at Legi bersama-sama mengadakan ulur-ulur /slamatan disitu.
Menurut cerita para sesepuh kalau setiap tahun desa-desa tadi tidak mengadakan ulur-ulur (slametan) ke telaga Buret itu, maka banyak terjadi halangan didesanya. Oleh sebab itu hingga sekarang tidak berani meninggalkan kebiasaan tersebut.
Kecuali itu telaga buret masih menjadi tempat menepi bagi orang-orang yang akan magang lurah, kedatangannya kesitu untuk mencari timbul. Sewaktu-waktu sudah berhasil/tercapai cita-citanya lalu mengadakan slametan/nyadran ke telaga tersebut.
<iframe width="420" height="315" src="http://www.youtube.com/embed/rRFIUAFbplM" frameborder="0" allowfullscreen></iframe>
Menurut kepercayaan yang menguasai di telaga Buret adalah Mbah Djiigangdjoyo. Dalam cerita sebetulnya mbah Djigangdjoyo itu juga seorang pangeran tetapi oleh sebab termasuk pangeran yang sudah tua, maka lazimnya orang-orang lalu menyebutnya mbah Djigang begitu saja.
Mungkin pengeran Djigangdjojo itu juga seorang pelarian yang tujuannya sama dengan Pangeran Benowo di Bedalem hanya tempatnya menepi di telaga Buret.
Mbah Djigangdjojo kesenangannya adu jago. Sampai sekarang ini masih dipercayai kalau mbah Djigangdjojo itu kalah jagonya, maka keadaan ikan-ikan di rawa-rawa kelihatan banyak sekali.
Mbah Djigangdjojo mempunyai 2 orang anak yang seorang bernama Sekardjojo tempatnya masih menjadi satu ditelaga Buret berkumpul dengan mbah Djigangdjojo, sedang yang seorang bernama Kembangsore bertempat dibawah dawuhan/jempatan desa Gedangan.
Keadaan telaga Buret sampai sekarang seakan-akan masih tampak keangkerannya. Tak ada yang berani mengambil ikan dari sekitar Telaga itu, karena menurut kepercayan kalu ada yang berani mengambil, akhirnya tidak antara lama pasti menderita/mendapat halangan.
Kecuali kalau ikan tadi sudah berada di dawuhan Malang, biarpun asalnya dari telaga Buret tetapi sudah bisa diambil oleh siapapun saja.
Bagi desa Sawo, Gedangan dan Ngentrong telaga Buret merupakan tempat yang dianggap keramat.
Tiga desa tersebut tiap 1 tahun sekali tepat pada bulan Selo, hari Jum’at Legi bersama-sama mengadakan ulur-ulur /slamatan disitu.
Menurut cerita para sesepuh kalau setiap tahun desa-desa tadi tidak mengadakan ulur-ulur (slametan) ke telaga Buret itu, maka banyak terjadi halangan didesanya. Oleh sebab itu hingga sekarang tidak berani meninggalkan kebiasaan tersebut.
Kecuali itu telaga buret masih menjadi tempat menepi bagi orang-orang yang akan magang lurah, kedatangannya kesitu untuk mencari timbul. Sewaktu-waktu sudah berhasil/tercapai cita-citanya lalu mengadakan slametan/nyadran ke telaga tersebut.
<iframe width="420" height="315" src="http://www.youtube.com/embed/rRFIUAFbplM" frameborder="0" allowfullscreen></iframe>
Upacara Adat Ulur - Ulur Di Telaga Buret
Di Desa Sawo, Kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulungangung, yakni di dukuh Buret terdapat bekas peninggalan sejarah yang berupa telaga. Telaga tersebut dimanfaatkan oleh warga sejumlah 4 desa, yauitu desa Sawo, desa Gedangan, desa Gamping, dan desa Ngentrong untuk pengairan 4 desa tersebut. Telaga tersebut berupa sumur dengan garis tengah kurang lebih 75 meter dan di sebut telaga Buret. Penduduk dari 4 desa tersebut sangat kental mempercayai nilai-nilai magis telaga tersebut.
Ulur-ulur merupakan upacara adat yang diselenggarakan di telaga Buret setiap tahun pada hari Jum'at Legi bulan Suro.
Kegiatan pokok adalah memandikan arca Dewi Sri Sedono dan tabur bunga di telaga Buret petilasan Eyang Jigang Joyo dalam mitos sebagi seorang tokoh perintis pemanfaatan air telaga Buret untuk pertanian di Desa Sawo, Gedangan, Ngentrong, dan Gamping. Pada upacara tersebut ada kegiatan "Nglampet" yaitu membendung air telaga yang dilaksanakan dengan gotong royong. Cultur ini masih melekat di masyarakat Sawo dan sekitarnya masih sekarang berupa kegiatan gugur gunung dan bersih desa.
Ulur-ulur merupakan upacara adat yang diselenggarakan di telaga Buret setiap tahun pada hari Jum'at Legi bulan Suro.
Kegiatan pokok adalah memandikan arca Dewi Sri Sedono dan tabur bunga di telaga Buret petilasan Eyang Jigang Joyo dalam mitos sebagi seorang tokoh perintis pemanfaatan air telaga Buret untuk pertanian di Desa Sawo, Gedangan, Ngentrong, dan Gamping. Pada upacara tersebut ada kegiatan "Nglampet" yaitu membendung air telaga yang dilaksanakan dengan gotong royong. Cultur ini masih melekat di masyarakat Sawo dan sekitarnya masih sekarang berupa kegiatan gugur gunung dan bersih desa.
Ritual Ulur-ulur dimulai dengan tayuban(sejenis nyanyia-nyanyian tradisional). Tayuban dimulai dengan membunyikan gending onang-onang. Gending onang-onang tersebut dipercaya merupakan kegemaran Mbah Jigang Jaya, yakni penghuni telaga Buret. Menurut kepercayaan masyarakat pada saat gending onang-onang di bunyikan yang menari saat itu adalah ”roh” dari Mbah Jigang Jaya, biasanya dibarengi dengan adanya angin bertiup kencang, selanjutnya diteruskan dengan gending-gending lainnya. Selanjutanya adalah memandikan arca Dewi Sri Sedono dan tabur bungan di telaga Buret.
Dalam upacara Ulur-ulur harus disediakan beberapa sesaji, adapun sesaji tersebut adalah sebagai berikut:
- Nasi kebule(sega gurih) sekul suci ulam sari, ambeng mule, buceng robyong, buceng kuat, jenang sengkala.
- Bermacam-macam duadah(jadah)waran, jadah putih, jadah merah, jadah kuning, jadah hitam, wajik, dodol ketan, ketan kinco, bermacam-macam
- Kue sembilan warna.,yaitu: umbi-umbian. Masing-masing warga desa membawa kue yang berbeda warnanya.
- Pisang raja, cokbakal, badek, candu, kemenyan, minyak wangi, bunga telon, mori, topi janur, tikar, gantal, gula gimbal,dan kelapa tanpa sabut. Semua dimasukkan kedalam bokor kecuali kendi, tikar, dan topi janur.
Semuanya kemudian di larung di telaga Buret.
Telaga Buret teletak di kawasan seluas 37 Ha (Dinas Lingkungan hidup), dipercaya oleh masyarakat setempat sebagai tempat yang keramat. Menurut kepercayaan masyarakat siapapun yang mengusik wilyah tersebut, misalnya mengambil ikannya, menebang pohon di wilayah tersebut maka akan memperoleh kutukan dari penunggu wilayah tersebut
Labels:
Budaya
Wednesday, 16 November 2011
Ngunut
Sebuah siang yang cukup terik di pusat kota kawedanan Ngunut. Jika Anda melintas dari Tulungagung menuju ke Blitar, pasti anda melewatinya. Kota kecil di timur Tulungagung.
Location : Depan rumah "Bunda Minnie"
Kawasan Pendapa Tulungagung
Saya hanya bisa memotret gapuranya. Bahkan dari jarak seratus meteran, bapak-bapak Satpol PP yang sedang berjaga di depan gerbang pendapa bisa mengetahui kamera saya dan langsung siaga. Siap melotot dan mengusir saya jika berusaha mendekat. Ya sudah, saya tak mau ribut-ribut. Kabarnya, pusaka utama Tulungagung, keris Kiai Upas disimpan di sini. Pantas kalau dijaga ketat, hehehe…
Kantor Pos Tulungagung
Bangunan berwarna oranye yang sangat khas ini mencoba bertahan di tengah gempuran media komunikasi modern
Masjid Al-Munawar
Lihat arsitekturnya. Masjid ini tidak memiliki kubah yang bulat, tetapi segitiga. Perpaduan arsitektur Arab dengan Jawa (joglo). Masjid ini telah mengalami renovasinya yang terbaru seperti penambahan lis pintu utama yang saya kira mengadaptasi arsitektur Masjid Nabawi, Madinah. Sayangnya, ubahan ini terlalu berat karena ruang yang terlalu sempit. Sehingga dengan adanya hiasan ini, masjid ini jadi terlihat sempit dan kurang lega.
Namun demikian, seperti masjid-masjid lainnya, suasana di dalam sangat sejuk dan syahdu. Ini tempat favorit saya untuk shalat Jumat kalau sedang pulang kampung.
Pantai Klathak
Klathak adalah salah satu pantai kebanggaan Tulungagung. Pantai ini memiliki ombak yang fantastis dan dingin dengan angin laut yang lembut. Para pengunjung dapat melakukan aktivitas laut di sini, seperti memancing, mandi matahari, voli pantai, dll Ada juga pedagang makanan dan minuman di sekitar pantai. Kunjungi dan menikmati pantai Klathak di Tulungagung bersama keluarga, teman dan lainnya. Dengan ciri khas deburan ombak yang berbunyi "klatak...klatak...klatak..." mngkin masyarakat setempat menyebutnya Pantai Klathak. Dengan perjalanan kurang lebih 1,5 jam dari pusat kota Tulungagung - Campurdarat - Besuki - (Pertigaan Koramil ke barat).
Padepokan "Retjo Sewu"
Kalau sudah berada didalam kawasan PIP (Pantai Indah Popoh) maka rasanya kurang lengkap kalau tidak mengenal yang namanya Padepokan Retjo Sewu, bangunan yang memang masih terbilang baru ini memang diresmikan sekitar tahun 1995. Merupakan bangunan monumental yang menghadap ke arah Laut Selatan, Pantai Laut Selatan (Samudra Indonesia).
Patung Retjo ini terdiri dari seribu patung yang tersusun secara rapih dari mulai yang paling besar sampai yang paling kecil, jumlah tepatnya sih menurut sumber informasi terdiri dari 2800an patung dengan patung tertinggi setinggi 9 meter, lokasinya sendiri terdapat didalam kawasan PIP dibagian depan sebelum menuju ke pantai. Nah didalam retjo Sewu ini terdapat makam bapak Soemiran Karsodiwirjo pendiri Pabrik rokok Retjo Pentung, dan didepan padepokannya terdapat arca Retjo Pentung.
Sebenarnya tidak boleh mengambil gambar di situ, tapi nekat saja ah sambil ngumpet-ngumpet entah mistis atau tidak katanya setiap yang ambil foto makam bapak Soemiran bakalan ketemu sama tuh bapak, itu juga kata pakle ku menceritakan sejarah pabrik rokok yang pertama kali di Tulungagung. Nah balik lagi ke patung-patung yang jumlahnya banyak ini ternyata menurut kepercayaan masyarakat semua hal-hal yang berada di Padepokan Retjo Sewu mengandung unsur angka 9, Belive it or Not.
Patung Retjo ini terdiri dari seribu patung yang tersusun secara rapih dari mulai yang paling besar sampai yang paling kecil, jumlah tepatnya sih menurut sumber informasi terdiri dari 2800an patung dengan patung tertinggi setinggi 9 meter, lokasinya sendiri terdapat didalam kawasan PIP dibagian depan sebelum menuju ke pantai. Nah didalam retjo Sewu ini terdapat makam bapak Soemiran Karsodiwirjo pendiri Pabrik rokok Retjo Pentung, dan didepan padepokannya terdapat arca Retjo Pentung.
Sebenarnya tidak boleh mengambil gambar di situ, tapi nekat saja ah sambil ngumpet-ngumpet entah mistis atau tidak katanya setiap yang ambil foto makam bapak Soemiran bakalan ketemu sama tuh bapak, itu juga kata pakle ku menceritakan sejarah pabrik rokok yang pertama kali di Tulungagung. Nah balik lagi ke patung-patung yang jumlahnya banyak ini ternyata menurut kepercayaan masyarakat semua hal-hal yang berada di Padepokan Retjo Sewu mengandung unsur angka 9, Belive it or Not.
- Peresmian PRS bersamaan dengan HUT ke 171 Kota Tulungagung dan pembukaannya dimeriahkan dengan 4 Jaranan, 4 Reog dan 1 Reog Ponorgo = 9 tampilan.
- Gapura Susun padepokan = 9 susun
- Tinggi bangunan induk = 27 m (9x3)
- Lebar bangunan induk = 81 m (9x9)
- Jumlah jenis ikan di Palereman Nyai Roro Kidul = 30 jenis
- Jumlah ikan di Palereman Nyai Roro Kidul = 270 ikan (gak kurang dan gak lebih)
- Ketinggian padepokan dari laut = 9 gundukan tanah (total tingginya 180 m)
- Tinggi arca Retjo Pentung = 9 m
- Jumlah trap-trap dari bawah s/d bangunan induk = 18 trap ( 1 trap = 9)
Karena ini padepokan memang dikhususkan dibangun untuk sang permaisuri Pantai Selatan, maka gak heran kalo banyak orang yang datang ke padepokan ini hanya mempercayai mistisnya bukan sejarah dan keindahan dari patung-patung yang berdiri tegak ini. Tempat wisata ini memang sangat bagus dan penuh dengan historikalnya jadi kepingin tau siapa yang menciptakan hampir 3000 patung ini.
Pantai Sidem
Pantai Sidem Tulungagung,Jawa Timur. Di perkampungan nelayan ini wisatawan dapat menemukan industri rumah tangga dengan produk yang dihasilkan seperti berbagai ikan asin dan terasi vang telah dikemas rapi, serta siap untuk dibawa pulang sebagai buah tangan. Dari kampung nelayan di Pantai Sidem ini pula, dapat dinikmati PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) yang diresmikan oleh Bapak Menteri Pertambangan dan Energi pada tahun 1994, dengan kemampuan sekitar 30 Mega Watt. Kedua lokasi wisata pantai ini dapat dicapai melalui jalan darat vang telah beraspal dengan baik dan hanya memerlukan waktu tempuh sekitar 30 menit dari Kabupaten Tulungagung maupun Trenggalek clan + 60 menit dari Blitar atau Kediri.
Apabila tidak membawa kendaraan pribadi, kendaraan umum tersedia dari Sub Terminal Bus Kota Tulungagung. Seluruh Masyarakat Tulungagung tentu sudah banyak yang mengenal tentang Pantai Popoh, dimana dalam pantai ini disamping udaranya sejuk juga banyak ditumbuhi pohon – pohon besar. Pantai yang berbentuk teluk ini bila di musim liburan tiba selalu banyak dukunjungi para wisatawan baik lokal maupun dari luar daerah. Disamping timur Pantai Popoh masih ada sebuah pantai yang layak untuk dikunjungi oleh wisatawan, biarpun sebagian masyarakat belum begitu mengenalnya. Adapun pantai yang dimaksud yaitu Pantai Coro.
Apa yang menarik pantai ini ? Di pantai yang memiliki panjang sekitar 400 meter, pasirnya berwarna putih dan tidak kalah dengan pantai lain yang ada di Jawa Timur dan pasirnya lembut dan bersih. Selain itu daya tarik lain pada pantai yang berjarak sekitar 1,5 Km dari Padepokan Retjo sewu menuju ke timur ini keberadaannya masih alami dan belum banyak tergarap serta ombak pantai juga tidak terlalu besar. Lebih dari itu air laut pantai sangat jernih sehingga permukaan dasar laut bisa dilihat dengan mata telanjang, seperti semua karang dan tumbuhan laut
Pantai Brumbun
Pantai Brumbun terletak di wewengkon Kabupaten Tulungagung yang berbatasan langsung dengan pantai selatan. Pantai kecil ini sejatinya merupakan teluk yang masih sangat alami. Berbeda dengan Pantai Popoh yang oleh Pemda Kabupaten telah resmi diekspos sebagai tempat kunjungan wisata, Pantai Brumbun seperti anak tiri yang tidak diperhatikan. Tetapi justru karena itulah, pantai ini masih sangat alami dan begitu cantik.
Terletak sekitar 35 km dari pusat kota, Pantai Brumbun bisa ditempuh melalui jalur yang sama dengan Pantai Indah Popoh. Anda bisa mengambil jalur Tulungagung - Boyolangu - Campurdarat - Ngentrong. Pertigaan SMAN 01 Campurdarat (SMA Ngentrong) belok ke kiri menuju kecamatan Tanggunggunung. Sebelum sampai kecamatan, ada jalan kecil ke kanan beraspal jelek yang menuju pantai Brumbun. Jalan ini berbukit-bukit, jadi perhatikan kendaraan Anda harus benar-benar fit. Di perjalanan Anda akan melihat bukit-bukit yang dulu adalah hutan kecil yang rimbun yang sekarang telah gundul dan berubah menjadi ladang jagung, dari jalanan ini anda bisa melihat batuan alam yang ditambang untuk bahan baku kerajinan batu onix khas Tulungagung yang tersohor tersebut. Tapi perjuangan anda selama perjalanan akan terbayar dengan keindahan pantai ini.
Pantai Brumbun dari atas bukit
Hamparan pantai yang masih sepi pengunjung. Sangat alami.
Laguna kecil, air yang terjebak ketika laut surut.
Foto by Galih '08
Pantai Popoh "Tombak Pariwisata Tulungagung"
Pantai Popoh adalah obyek wisata pantai yang terletak di pesisir Samudera Hindia Kabupaten Tulungagung. Pantai ini merupakan salah satu obyek wisata andalan Tulungagung. Kawasan Popoh berada di ujung timur Pegunungan Kidul.
Pantai popoh merupakan pantai yang telah dikembangkan dengan baik oleh P.R. Retjo Pentung. Akses menuju pantai popoh dapat ditempuh dengan aman dan nyaman melalui jalan aspal. Lokasinya kurang lebih 27 km dari pusat kota Tulungagung menuju arah pantai selatan.
Dalam perjalanan menuju objek wisata Pantai Indah Popoh ini para pelancong dapat mengunjungi sentra kerajinan batu onyx yang merupakan salah satu produk unggulan Kabupaten Tulungagung.
Lelahnya perjalanan 28 kilometer arah selatan dari pusat Kota Tulungagung menuju Pantai Popoh, terbayar kala sudah sampai di sana. Sebuah keindahan terlihat dari atas, tepatnya di jalur menuju Pantai Popoh, Desa Besole, di kilometer pertama.
Pantai ini berbentuk teluk sehingga suasana tercipta suasana khas di dalamnya. Deburan ombak Laut Selatan yang penuh pesona magis, angin laut yang tidak begitu kuat, karang payung yang menyembul dari bawah laut, keindahan gunung disekitar teluk, dan dan "Reco Sewu" telah menjadi daya tarik utama pantai ini.
Di sekitar Pantai Popoh Indah juga terdapat penginapan yang langsung menghadap laut, selain itu juga ada pasar ikan, berbagai macam penjual souvenir, kebun binatang, dan taman bermain.
Puluhan perahu nelayan bersandar di tepi pantai. Bergerak pelan, seperti asyik menyaksikan birunya air laut yang menghampar. Agak menjorok ke daratan, pepohonan berdiri rindang. Melebur dalam lalu lalang orang di sana yang sibuk melakukan aktifitas rutin. Pantai Popoh memang ramai. Ada yang sibuk menawarkan makanan ikan bakar di warung, ada yang menawarkan barang kerajinan berbahan onyx, ikan laut mentah, bahkan ada yang tak berhenti menawarkan paket wisata bahari.
Pantai Popoh terletak di jalur laut selatan atau Samudera Indonesia. Tepatnya berada di Desa Besole, Kecamatan Besuki, Kabupaten Tulungagung. Pantai yang berada di sekitar 176 meter dari permukaan laut (mdpl) ini, dikelola langsung oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tulungagung. Sedangkan beberapa area hutan yang terdapat di sekitar pantai, berada di bawah kelola pihak perhutani setempat.
Potensi alam yang ditawarkan di Pantai Popoh mulai terlihat sejak tahun 1980-an. Kala itu, Pemerintah Kabupaten Tulungagung berupaya mengembangkan Pantai Popoh dengan menambah sejumlah sarana dan prasarana.
Tahun 1986-an pengelolaan diberikan pada PT. Sutra Bina Samudera, hingga tahun 2006. Setelah itu dan hingga saat ini, Pantai Popoh kembali di bawah pengelolaan Pemkab Tulungagung, dalam hal ini berada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tulungagung. Bersamaan dengannya, pantai ini ditetapkan dengan nama Pantai Indah Popoh (PIP).
Pantai Teluk Terlengkap
Pantai Popoh adalah pantai alam berbentuk teluk (pantai teluk) di pesisir Laut Selatan (Samudera Indonesia). Tak heran jika ombaknya yang terbilang biasa-biasa saja, mampu memberikan rasa nyaman, aman, dan rasa rindu untuk datang kembali.
Di sisi lain, Pantai Popoh juga mempunyai pesona dan kekhasan tersendiri. Etalase yang dimiliki, jarang ditemui di pantai-pantai lainnya. Seperti kombinasi batu karang, rindangnya pepohonan, serta perbukitan yang mengelilingi pantai.
Di beberapa sudut, pengunjung juga dimanjakan lengkapnya fasilitas publik, seperti penginapan, pendopo agung, areal parkir luas, kios souvenir dan asesoris, rumah makan, warung telekomunikasi, arena bermain anak-anak, dan panggung kesenian terbuka.
Bagi para wisatawan yang suka berlama-lama menikmati panorama laut pantai selatan, bisa duduk di view post atau gardu pandang. Di bagian ini kita dapat memandangi Pantai Sidem dan Terowongan Niyama, keduanya berada di sebelah barat Pantai Popoh. Belum lagi memandangi bukit-bukit pegunungan batu marmer yang banyak terdapat di desa setempat.
Sensasi lain yang tak kalah menarik, ada pada pasar ikan yang dikenal dengan nama Tempat Pelelangan Ikan (TPI) KUD Minakarya. Khusus pada bulan Januari sampai September, musim panen hasil laut tiba. Tempat inipun menjadi sasaran wisatawan dan warga sekitar untuk berburu ikan segar.
Seperti yang dikatakan Yuli Anggraeni, wisatawan asal Blitar. Pada EastJava Traveler ia mengatakan, biasanya, selain untuk tujuan berwisata, kedatangannya juga karena ingin membeli ikan laut yang ada di tempat pelelangan ikan Pantai Popoh. “Apalagi macamnya banyak dan harganya pun relatif murah,” imbuhnya.
Mulai pagi menjelang, TPI KUD Minakarya nampak ramai dengan transaksi jual beli. Dari obrolan mereka nampak adanya perpaduan dua budaya, Madura dan Jawa. Menurut keterangan Widi Astuti, pengurus TPI KUD Minakarya, penduduk setempat selain mencari ikan sendiri, juga terkadang membeli dari para nelayan yang datangnya dari Madura.
Ikan yang biasanya ada adalah ikan layur, udang, keting, rebon, tongkol, teri, cumi-cumi, dan masih banyak lagi. Harga yang ditawarkan pun bervariasi, mulai dengan patokan harga Rp 3.000 per kilogram untuk layur, Rp 3.000 per kilogram untuk rebon (bahan trasi, Red), dan Rp 6.500 per kilogram untuk ikan tongkol. “Harga-harga itu bisa turun dan tergantung dari banyaknya yang dibeli,” ujar Choiruddin, 44 tahun, salah seorang penjual ikan di TPI KUD Minakarya.
Gambaran inilah yang senantiasa melekat di Pantai Popoh. Setiap hari, pantai ini tidak pernah sepi dari aktifitas orang-orang yang mencari nafkah. Semangat mereka menjadi pendukung dan bersanding dengan panorama laut yang khas saat berkunjung ke sana.
Dongkrak PAD
Sebagai salah satu kawasan andalan wisata di kabupaten yang memilki luas wilayah 1,055,65 kilometer persegi ini, raihan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diperoleh dari Pantai Popoh terbilang cukup membanggakan.
Menurut Gatot Sulu Utomo, penanggung jawab kelola obyek wisata Pantai Popoh, di tahun 2007 lalu, Pantai Popoh memberikan kontribusi anggaran sebesar Rp 60 juta bagi PAD Kabupaten Tulungagung. “Dari jumlah itu berarti target yang diberikan telah terpenuhi, padahal kami ditarget sebesar Rp 40 juta,” kata bapak satu anak ini.
Pendapatan ini, selain berasal dari kekayaan sumber daya laut yang ada di sana, juga dari besarnya jumlah kunjungan wisatawan, baik domestik maupun mancanegara yang datang ke Pantai Popoh. “Jumlah pengunjung mencapai ratusan, belum lagi bila terjadi lonjakan pengunjung saat ada event tertentu,” ujar Gatot lagi.
Pada saat tertentu, Pantai Popoh kerap diwarnai berbagai event seni dan budaya. Seperti pertunjukan musik dangdut, pagelaran wayang kulit, jaranan, dan setiap Bulan Suro (Muharam) diselenggarakan upacara Labuh Semboyo.
Kelebihan lain dari potensi wisata Pantai Popoh, tersedia paket wisata bahari mengitari Pantai Popoh, dengan naik speed boat atau perahu motor. Wisatawan diajak mengelilingi tepian pantai hingga melewati Pantai Sidem, Terowongan Niyama sebagai salah satu peninggalan bersejarah di masa penjajahan Jepang, lalu ke tengah lautan menuju ke Pantai Pasir Putih Coro, yang juga sedang digarap sebagai jujukan wisata.
Melihat perolehan yang cukup positif itu, Pemkab Tulungagung berupaya keras untuk terus mengembangkan pengelolaan, dan pembenahan beberapa fasilitas yang ada di sana. Drs. Eko Handayanto, MM., Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tulungagung menegaskan, Kabupaten Tulungagung sangat serius dalam membangun wisata Pantai Popoh. “Pantai popoh tak hanya mendukung dari segi panoramanya saja, melainkan juga pada tradisi seni budaya dan aktifitas masyarakatnya,” paparnya.
Mengetahui potensi ini, maka dalam sekejap saja Pantai Popoh terlihat lebih cantik, terbukti dengan adanya pembenahan tempat pelelangan ikan, sarana penginapan, dan sebagainya. “Tidak tanggung-tanggung dalam pengembangan ini kami juga mengajak beberapa staf ahli dari Universitas Brawijaya Malang,” tambahnya.
Tidak hanya getol pada pembenahan di sektor area wisata Pantai Popoh, akses menuju ke sana juga dipersolek hingga layak dilalui bagi para wisatawan. Anggaran hingga ratusan juta pun telah dipersiapkan guna terciptanya fasilitas bagi publik yang memadai. Bahkan di dekat situ, tepatnya di Desa Sidem juga dibangun beberapa tempat hunian bagi warga setempat, dengan tujuan agar lebih aman dari ancaman bahaya bencana tsunami.
Pantai popoh merupakan pantai yang telah dikembangkan dengan baik oleh P.R. Retjo Pentung. Akses menuju pantai popoh dapat ditempuh dengan aman dan nyaman melalui jalan aspal. Lokasinya kurang lebih 27 km dari pusat kota Tulungagung menuju arah pantai selatan.
Dalam perjalanan menuju objek wisata Pantai Indah Popoh ini para pelancong dapat mengunjungi sentra kerajinan batu onyx yang merupakan salah satu produk unggulan Kabupaten Tulungagung.
Lelahnya perjalanan 28 kilometer arah selatan dari pusat Kota Tulungagung menuju Pantai Popoh, terbayar kala sudah sampai di sana. Sebuah keindahan terlihat dari atas, tepatnya di jalur menuju Pantai Popoh, Desa Besole, di kilometer pertama.
Pantai ini berbentuk teluk sehingga suasana tercipta suasana khas di dalamnya. Deburan ombak Laut Selatan yang penuh pesona magis, angin laut yang tidak begitu kuat, karang payung yang menyembul dari bawah laut, keindahan gunung disekitar teluk, dan dan "Reco Sewu" telah menjadi daya tarik utama pantai ini.
Di sekitar Pantai Popoh Indah juga terdapat penginapan yang langsung menghadap laut, selain itu juga ada pasar ikan, berbagai macam penjual souvenir, kebun binatang, dan taman bermain.
Puluhan perahu nelayan bersandar di tepi pantai. Bergerak pelan, seperti asyik menyaksikan birunya air laut yang menghampar. Agak menjorok ke daratan, pepohonan berdiri rindang. Melebur dalam lalu lalang orang di sana yang sibuk melakukan aktifitas rutin. Pantai Popoh memang ramai. Ada yang sibuk menawarkan makanan ikan bakar di warung, ada yang menawarkan barang kerajinan berbahan onyx, ikan laut mentah, bahkan ada yang tak berhenti menawarkan paket wisata bahari.
Pantai Popoh terletak di jalur laut selatan atau Samudera Indonesia. Tepatnya berada di Desa Besole, Kecamatan Besuki, Kabupaten Tulungagung. Pantai yang berada di sekitar 176 meter dari permukaan laut (mdpl) ini, dikelola langsung oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tulungagung. Sedangkan beberapa area hutan yang terdapat di sekitar pantai, berada di bawah kelola pihak perhutani setempat.
Laut Bebas
Tahun 1986-an pengelolaan diberikan pada PT. Sutra Bina Samudera, hingga tahun 2006. Setelah itu dan hingga saat ini, Pantai Popoh kembali di bawah pengelolaan Pemkab Tulungagung, dalam hal ini berada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tulungagung. Bersamaan dengannya, pantai ini ditetapkan dengan nama Pantai Indah Popoh (PIP).
Pantai Teluk Terlengkap
Pantai Popoh adalah pantai alam berbentuk teluk (pantai teluk) di pesisir Laut Selatan (Samudera Indonesia). Tak heran jika ombaknya yang terbilang biasa-biasa saja, mampu memberikan rasa nyaman, aman, dan rasa rindu untuk datang kembali.
Di sisi lain, Pantai Popoh juga mempunyai pesona dan kekhasan tersendiri. Etalase yang dimiliki, jarang ditemui di pantai-pantai lainnya. Seperti kombinasi batu karang, rindangnya pepohonan, serta perbukitan yang mengelilingi pantai.
Di beberapa sudut, pengunjung juga dimanjakan lengkapnya fasilitas publik, seperti penginapan, pendopo agung, areal parkir luas, kios souvenir dan asesoris, rumah makan, warung telekomunikasi, arena bermain anak-anak, dan panggung kesenian terbuka.
Bagi para wisatawan yang suka berlama-lama menikmati panorama laut pantai selatan, bisa duduk di view post atau gardu pandang. Di bagian ini kita dapat memandangi Pantai Sidem dan Terowongan Niyama, keduanya berada di sebelah barat Pantai Popoh. Belum lagi memandangi bukit-bukit pegunungan batu marmer yang banyak terdapat di desa setempat.
Sensasi lain yang tak kalah menarik, ada pada pasar ikan yang dikenal dengan nama Tempat Pelelangan Ikan (TPI) KUD Minakarya. Khusus pada bulan Januari sampai September, musim panen hasil laut tiba. Tempat inipun menjadi sasaran wisatawan dan warga sekitar untuk berburu ikan segar.
Seperti yang dikatakan Yuli Anggraeni, wisatawan asal Blitar. Pada EastJava Traveler ia mengatakan, biasanya, selain untuk tujuan berwisata, kedatangannya juga karena ingin membeli ikan laut yang ada di tempat pelelangan ikan Pantai Popoh. “Apalagi macamnya banyak dan harganya pun relatif murah,” imbuhnya.
Mulai pagi menjelang, TPI KUD Minakarya nampak ramai dengan transaksi jual beli. Dari obrolan mereka nampak adanya perpaduan dua budaya, Madura dan Jawa. Menurut keterangan Widi Astuti, pengurus TPI KUD Minakarya, penduduk setempat selain mencari ikan sendiri, juga terkadang membeli dari para nelayan yang datangnya dari Madura.
Ikan yang biasanya ada adalah ikan layur, udang, keting, rebon, tongkol, teri, cumi-cumi, dan masih banyak lagi. Harga yang ditawarkan pun bervariasi, mulai dengan patokan harga Rp 3.000 per kilogram untuk layur, Rp 3.000 per kilogram untuk rebon (bahan trasi, Red), dan Rp 6.500 per kilogram untuk ikan tongkol. “Harga-harga itu bisa turun dan tergantung dari banyaknya yang dibeli,” ujar Choiruddin, 44 tahun, salah seorang penjual ikan di TPI KUD Minakarya.
Gambaran inilah yang senantiasa melekat di Pantai Popoh. Setiap hari, pantai ini tidak pernah sepi dari aktifitas orang-orang yang mencari nafkah. Semangat mereka menjadi pendukung dan bersanding dengan panorama laut yang khas saat berkunjung ke sana.
Dongkrak PAD
Sebagai salah satu kawasan andalan wisata di kabupaten yang memilki luas wilayah 1,055,65 kilometer persegi ini, raihan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diperoleh dari Pantai Popoh terbilang cukup membanggakan.
Menurut Gatot Sulu Utomo, penanggung jawab kelola obyek wisata Pantai Popoh, di tahun 2007 lalu, Pantai Popoh memberikan kontribusi anggaran sebesar Rp 60 juta bagi PAD Kabupaten Tulungagung. “Dari jumlah itu berarti target yang diberikan telah terpenuhi, padahal kami ditarget sebesar Rp 40 juta,” kata bapak satu anak ini.
Pendapatan ini, selain berasal dari kekayaan sumber daya laut yang ada di sana, juga dari besarnya jumlah kunjungan wisatawan, baik domestik maupun mancanegara yang datang ke Pantai Popoh. “Jumlah pengunjung mencapai ratusan, belum lagi bila terjadi lonjakan pengunjung saat ada event tertentu,” ujar Gatot lagi.
Pada saat tertentu, Pantai Popoh kerap diwarnai berbagai event seni dan budaya. Seperti pertunjukan musik dangdut, pagelaran wayang kulit, jaranan, dan setiap Bulan Suro (Muharam) diselenggarakan upacara Labuh Semboyo.
Kelebihan lain dari potensi wisata Pantai Popoh, tersedia paket wisata bahari mengitari Pantai Popoh, dengan naik speed boat atau perahu motor. Wisatawan diajak mengelilingi tepian pantai hingga melewati Pantai Sidem, Terowongan Niyama sebagai salah satu peninggalan bersejarah di masa penjajahan Jepang, lalu ke tengah lautan menuju ke Pantai Pasir Putih Coro, yang juga sedang digarap sebagai jujukan wisata.
Melihat perolehan yang cukup positif itu, Pemkab Tulungagung berupaya keras untuk terus mengembangkan pengelolaan, dan pembenahan beberapa fasilitas yang ada di sana. Drs. Eko Handayanto, MM., Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tulungagung menegaskan, Kabupaten Tulungagung sangat serius dalam membangun wisata Pantai Popoh. “Pantai popoh tak hanya mendukung dari segi panoramanya saja, melainkan juga pada tradisi seni budaya dan aktifitas masyarakatnya,” paparnya.
Mengetahui potensi ini, maka dalam sekejap saja Pantai Popoh terlihat lebih cantik, terbukti dengan adanya pembenahan tempat pelelangan ikan, sarana penginapan, dan sebagainya. “Tidak tanggung-tanggung dalam pengembangan ini kami juga mengajak beberapa staf ahli dari Universitas Brawijaya Malang,” tambahnya.
Tidak hanya getol pada pembenahan di sektor area wisata Pantai Popoh, akses menuju ke sana juga dipersolek hingga layak dilalui bagi para wisatawan. Anggaran hingga ratusan juta pun telah dipersiapkan guna terciptanya fasilitas bagi publik yang memadai. Bahkan di dekat situ, tepatnya di Desa Sidem juga dibangun beberapa tempat hunian bagi warga setempat, dengan tujuan agar lebih aman dari ancaman bahaya bencana tsunami.
Pantai Sanggar "Potensi Peradaban Dalam"
Bagi orang awam mungkin jarang sekali mendengar pantai yang satu ini. Pantai ini memang sangat asing begitu juga buat masyarakat Tulungagung. Kota Tulungagung yang biasa di juluki kota Marmer yang merupakan kota yang terletak di pantai selatan jawa timur lebih tepatnya 156km selatan Surabaya lebih terkenal dengan hasil kerajinan marmer dan Onix yang indah. Masyarakat tulungagung pun belum tentu tau keberadaan pantai yang satu ini. Beribu keindahan pantai selatan dapat dinikmati termasuk deburan ombak, hempasan gelombang, karang, goa, pasir putih, biota laut dan berbagai macam ikan sangat banyak di pantai ini. Pantai ini sangat alami karena rata-rata penjamahnya hanya para penggila mancing “Mancing Maniax” serta para penggiat alam.
Pantai ini lokasi yang terletak 30 km dari kota Tulungagung merupakan kesan tersendiri dibanding pantai lain misalnya Pantai Popoh, Pantai Sine di tulungagung atau bahkan pantai Prigi yang sudah masuk kawasan Trenggalek maupun pantai Tambak yang ada di Blitar pun kalah telak dengan pesona alami pantai Sanggar ini. Pantai ini belum merupakan kawasan wisata walaupun dekat dengan kawasan wisata pantai Sine. Dari segi geografis pantai ini terletak di kecamatan tanggung gunung. Desa terakhir yang dapat diakses pun adalah desa Ngelo yang merupakan desa yang terletak 5 km sebelum pantai Sine. Untuk pantai Sine sendiri sebenarnya terletak diantara 2 kecamatan yaitu Tanggunggunung dan Kalidawir yang hanya dibatasi oleh sungai. Namun untuk akses ke pantai Sanggar ini hanya bisa diambil melalui jalur barat (masuk wilayah Tanggung gunung).
Jangan harap kita bisa langsung berdiri di bibir pantai Sanggar ini karena jalur pantai ini hanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 1,5 jam atau kurang lebih 3-5 km. Bagi para petualang sejati medan yang ditempuh tidak cukup sulit walau hanya berupa jalan setapak yang di tumbuhi rerumputan dan pohon alami. Tumbuhan yang ada pun sangat beragam mulai dari tanaman perdu sampai jenis pohon besar yang banyak dan rimbun. Kesan sejuk pun didapatkan di wilayah hutan sepanjang perjalanan ke pantai tak satupun terik dan panasnya matahari dapat, banyak hal yang bakalan didapat. Tak satupun rumah bakalan kita temui dalam perjalanan ke pantai ini karena kita harus mendaki bukit dan menyusuri pinggiran
Pasir Pantai Yang Halus dan dasar Pantai berupa karang
Sebenernya pantai ini saya nilai lebih karena proses perhitungan yang matang untuk mendapatkan lokasi yang tepat dan belum terlalu terjamah oleh penduduk seperti pantai sanggar ini. Kesan alami dan bebas dari sampah itulah kriteria pantai yang bagus. Biota serta hewan laut semisal kura-kura, penyu, lumba-lumba sering nampak diatas lautan lepas. Awal nya petualangan mencari pantai ini dilakukan sekitar tahun 2002 bersama teman-teman ARISMADUTA yang melakukan survey untuk awal start susur pantai dari pantai Ujung pakis sampai Pantai Sine. Ditengah perjalanan susur pantai itulah kita dapatkan 2 pantai yang bagus, salah satunya Pantai Ngelur dan Pantai Sanggar. Panjang pantai Sanggar yang hampir 1,5 Km merupakan ciri khas pantai ini dengan pasir putih dan karang serta tebing di sisi timur yang lebih dikenal dengan Watu Gebang. Watu gebang itu sendiri menurutku dikarenakan di sisi timur terdapat sebuah pulau kecil lebih tepatnya batu di tengah laut dan menyerupai sebuah pintu gerbang.
Pantai Sanggar merupakan pantai yang cocok untuk menikmati sunrise saat matahari terbit dari sisi itulah munculnya sang mentari yang hangat menyinari pantai yang panjang itu. Jangan harap kita dapatkan pondokan atau sekedar gubug buat menginap, yang ada hanya pasir putih buat alas kita. Deru ombak yang tinggi tak lepas didengar, itulah ciri khas laut pantai selatan yang terkenal dengan ombak yang ganas. Namun demikian ombak yang menerpa pantai Sanggar ini tidak sedasyat pantai lain di tulungagung, karena lokasi yang berupa teluk inilah ombak dari laut bebas akan terpecah oleh batuan karang sepanjang pantai. Karang ini menjorok sepanjang 50meter-100 meter dengan kedalaman sedada hingga 3 meter tergantung pasang surut air laut.
Sungguh indah biota yang ada didalamnya, ikan bahkan duri babi pun tak lupa bersarang dibawah deburan ombak. Pasang air laut dipantai ini terjadi pada siang sampai sore hari sekitar jam 2 siang sampai menjelang maghrib. Sayang untuk momen sunset tidak bisa kita dapatkan di pantai nan elok ini, hanya dapat di lihat dari karang disisi barat yang berbatasan dengan pantai Ngelur. Sangat berbeda sekali dengan pantai Ngelur yang terdiri dari Batuan karang yang tinggi mirip dengan tebing setinggi 5-10 meter. Sangat cocok untuk menikmati Sunset dan menikmati deburan ombak di lautan Lepas (Laut Bebas). Panjang karang setinggi 5-10 meter itu menjorok ke tengah laut sepanjang 200meter, namun untuk menempuhnya dari sanggar diperlukan waktu 45menit sampai 1 jam jalan kaki melintasi sisi barat pantai sanggar. Pantai Ngelur ini lebih mirip dengan Watu Ulo yang sudah melegenda itu.
Dari balik karang menjulang itulah sunset tenggelam
Sanggar itulah sebutan pantai ini.
Saat malam tiba, yang terlihat sayup dibalik kegelapan lautan biru yang terlihat gelap, ditambah lagi gemerlap beberapa cahaya lampu dari kapal nelayan yang sedang melaut dari kejauhan. Sungguh suatu anugrah yang tidak di dapat di pantai lain di tulungagung. Hanya suara angin laut deburan ombak serta binatang malam yang terdengar di sayup kegelapan malam. Tidak ada bisning kendaraan bermotor atau bahkan deru perahu dimalam hari. Bermunculan pula binatang khas laut yang mirip dengan dengan ubur-ubur berbentuk gel, kalau malam hari akan memancarkan cahaya kebiruan. Diatas pasir laut dimalam hari pun akan terlihat indah dengan berbagai binatang semisal keong melanglang di pasir pantai serta binatang sejenis microba di pasir yang juga bisa memancarkan cahaya kehijauan entah apa namanya.
Dari Ufuk Timur Itulah Matahari Akan Terbit (Menjelang malam Memandang Watu Gebang)
Saat pagi hari menjelang di pasir yang terlihat semu basah yang malamnya tergerus ombak terlihat ribuan jejak kaki kecil bekas rayapan binatang malam, sepertinya tukik yang baru menetas (sekitar bulan Mei-Juli) menuju ke laut. Jejak ular pun sering terlihat walau hanya beberapa saja. Waktu yang pas untuk memulai ritual mandi dilaut dengan ombak yang sedikit mereda. Sepanjang 50 meter menuju ke laut kita bisa berenang, namun harus cukup hati-hati karena walau ombak hanya sedada orang dewasa bahaya bisa menanti setiap saat apa lagi cuaca di bulan sepeti bulan mei laut cepat berubah. Di sisi timur ada 2 lokasi yang cukup menarik yaitu sebuah Goa berbentuk L yang kedalamanya mungkin 20 meter yang lokasinya cukup sulit dijangkau dengan ketinggian 2,5 meter, itupun lokasi tersembunyi jarang orang akan melihat lokasi gua itu. Stalakmit dan stalaktit nya belum terbentuk sempurna cukup sakit jika terbebtur di kepala. Ukuran goa itu tidak terlalu lebar 2,5×1,5 meter cukup untuk melakukan survey ke dalam, tapi unsur magig nya terasa dengan adanya aroma kemenyan belum lagi gelap sekali karena berbentuk L. di sisi lain sebuah danau air payau hasil akhir dari hulu sungai yang sangat dekat dengan air laut yang kaya akan ikan kecil dan burung sejenis bangau. Sayangnya danau ini berwarna kehijauan karena seperti ditumbuhi ganggang hujau. Ikan kecil inilah yang menjadi modal utama buat para pecinta memancing dilaut, tapi biasanya pemancing menggunakan kerang laut sebagai umpan dari pada ikan kecil ini.
Pandan Laut Sebuah Ekosistem Pantai
Sumber air untuk minum didapat dengan melangkahkan kaki 30 menit ke arah utara menuju ke sungai melewati ribuan pohon pandan laut yang durinya sangat tajam. Berbagai tumbuhan seperti bakau juga tumbuh di sekitar perairan yang basah. Air yang mengalir dari bukit kecil sekeliling itu memunculkan sumber yang tiada habisnya, walah hanya berupa sungai kecil namun merupakan sumber air tawar satu-satunya. Sepasang kera besar juga akan kita jumpai, bahkan kera ekor panjang maupun ayam alas sering berkeliaran disekitar sumber air itu. Memang pantai Sanggar kaya akan pesona Alam dan satu-satunya pantai yang jarang dijamah.
Semoga keabadian akan satwa yang ada selalu terjaga.
Jangan lupa kasih komentar ato hanya sekedar tinggalkan jejak ya…trimakasih sebanyak-banyaknya
Foto diambil dari Dokumentasi ARISMADUTA
Pantai ini lokasi yang terletak 30 km dari kota Tulungagung merupakan kesan tersendiri dibanding pantai lain misalnya Pantai Popoh, Pantai Sine di tulungagung atau bahkan pantai Prigi yang sudah masuk kawasan Trenggalek maupun pantai Tambak yang ada di Blitar pun kalah telak dengan pesona alami pantai Sanggar ini. Pantai ini belum merupakan kawasan wisata walaupun dekat dengan kawasan wisata pantai Sine. Dari segi geografis pantai ini terletak di kecamatan tanggung gunung. Desa terakhir yang dapat diakses pun adalah desa Ngelo yang merupakan desa yang terletak 5 km sebelum pantai Sine. Untuk pantai Sine sendiri sebenarnya terletak diantara 2 kecamatan yaitu Tanggunggunung dan Kalidawir yang hanya dibatasi oleh sungai. Namun untuk akses ke pantai Sanggar ini hanya bisa diambil melalui jalur barat (masuk wilayah Tanggung gunung).
Jangan harap kita bisa langsung berdiri di bibir pantai Sanggar ini karena jalur pantai ini hanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 1,5 jam atau kurang lebih 3-5 km. Bagi para petualang sejati medan yang ditempuh tidak cukup sulit walau hanya berupa jalan setapak yang di tumbuhi rerumputan dan pohon alami. Tumbuhan yang ada pun sangat beragam mulai dari tanaman perdu sampai jenis pohon besar yang banyak dan rimbun. Kesan sejuk pun didapatkan di wilayah hutan sepanjang perjalanan ke pantai tak satupun terik dan panasnya matahari dapat, banyak hal yang bakalan didapat. Tak satupun rumah bakalan kita temui dalam perjalanan ke pantai ini karena kita harus mendaki bukit dan menyusuri pinggiran
Pasir Pantai Yang Halus dan dasar Pantai berupa karang
Sebenernya pantai ini saya nilai lebih karena proses perhitungan yang matang untuk mendapatkan lokasi yang tepat dan belum terlalu terjamah oleh penduduk seperti pantai sanggar ini. Kesan alami dan bebas dari sampah itulah kriteria pantai yang bagus. Biota serta hewan laut semisal kura-kura, penyu, lumba-lumba sering nampak diatas lautan lepas. Awal nya petualangan mencari pantai ini dilakukan sekitar tahun 2002 bersama teman-teman ARISMADUTA yang melakukan survey untuk awal start susur pantai dari pantai Ujung pakis sampai Pantai Sine. Ditengah perjalanan susur pantai itulah kita dapatkan 2 pantai yang bagus, salah satunya Pantai Ngelur dan Pantai Sanggar. Panjang pantai Sanggar yang hampir 1,5 Km merupakan ciri khas pantai ini dengan pasir putih dan karang serta tebing di sisi timur yang lebih dikenal dengan Watu Gebang. Watu gebang itu sendiri menurutku dikarenakan di sisi timur terdapat sebuah pulau kecil lebih tepatnya batu di tengah laut dan menyerupai sebuah pintu gerbang.
Pantai Sanggar merupakan pantai yang cocok untuk menikmati sunrise saat matahari terbit dari sisi itulah munculnya sang mentari yang hangat menyinari pantai yang panjang itu. Jangan harap kita dapatkan pondokan atau sekedar gubug buat menginap, yang ada hanya pasir putih buat alas kita. Deru ombak yang tinggi tak lepas didengar, itulah ciri khas laut pantai selatan yang terkenal dengan ombak yang ganas. Namun demikian ombak yang menerpa pantai Sanggar ini tidak sedasyat pantai lain di tulungagung, karena lokasi yang berupa teluk inilah ombak dari laut bebas akan terpecah oleh batuan karang sepanjang pantai. Karang ini menjorok sepanjang 50meter-100 meter dengan kedalaman sedada hingga 3 meter tergantung pasang surut air laut.
Sungguh indah biota yang ada didalamnya, ikan bahkan duri babi pun tak lupa bersarang dibawah deburan ombak. Pasang air laut dipantai ini terjadi pada siang sampai sore hari sekitar jam 2 siang sampai menjelang maghrib. Sayang untuk momen sunset tidak bisa kita dapatkan di pantai nan elok ini, hanya dapat di lihat dari karang disisi barat yang berbatasan dengan pantai Ngelur. Sangat berbeda sekali dengan pantai Ngelur yang terdiri dari Batuan karang yang tinggi mirip dengan tebing setinggi 5-10 meter. Sangat cocok untuk menikmati Sunset dan menikmati deburan ombak di lautan Lepas (Laut Bebas). Panjang karang setinggi 5-10 meter itu menjorok ke tengah laut sepanjang 200meter, namun untuk menempuhnya dari sanggar diperlukan waktu 45menit sampai 1 jam jalan kaki melintasi sisi barat pantai sanggar. Pantai Ngelur ini lebih mirip dengan Watu Ulo yang sudah melegenda itu.
Dari balik karang menjulang itulah sunset tenggelam
Sanggar itulah sebutan pantai ini.
Saat malam tiba, yang terlihat sayup dibalik kegelapan lautan biru yang terlihat gelap, ditambah lagi gemerlap beberapa cahaya lampu dari kapal nelayan yang sedang melaut dari kejauhan. Sungguh suatu anugrah yang tidak di dapat di pantai lain di tulungagung. Hanya suara angin laut deburan ombak serta binatang malam yang terdengar di sayup kegelapan malam. Tidak ada bisning kendaraan bermotor atau bahkan deru perahu dimalam hari. Bermunculan pula binatang khas laut yang mirip dengan dengan ubur-ubur berbentuk gel, kalau malam hari akan memancarkan cahaya kebiruan. Diatas pasir laut dimalam hari pun akan terlihat indah dengan berbagai binatang semisal keong melanglang di pasir pantai serta binatang sejenis microba di pasir yang juga bisa memancarkan cahaya kehijauan entah apa namanya.
Dari Ufuk Timur Itulah Matahari Akan Terbit (Menjelang malam Memandang Watu Gebang)
Saat pagi hari menjelang di pasir yang terlihat semu basah yang malamnya tergerus ombak terlihat ribuan jejak kaki kecil bekas rayapan binatang malam, sepertinya tukik yang baru menetas (sekitar bulan Mei-Juli) menuju ke laut. Jejak ular pun sering terlihat walau hanya beberapa saja. Waktu yang pas untuk memulai ritual mandi dilaut dengan ombak yang sedikit mereda. Sepanjang 50 meter menuju ke laut kita bisa berenang, namun harus cukup hati-hati karena walau ombak hanya sedada orang dewasa bahaya bisa menanti setiap saat apa lagi cuaca di bulan sepeti bulan mei laut cepat berubah. Di sisi timur ada 2 lokasi yang cukup menarik yaitu sebuah Goa berbentuk L yang kedalamanya mungkin 20 meter yang lokasinya cukup sulit dijangkau dengan ketinggian 2,5 meter, itupun lokasi tersembunyi jarang orang akan melihat lokasi gua itu. Stalakmit dan stalaktit nya belum terbentuk sempurna cukup sakit jika terbebtur di kepala. Ukuran goa itu tidak terlalu lebar 2,5×1,5 meter cukup untuk melakukan survey ke dalam, tapi unsur magig nya terasa dengan adanya aroma kemenyan belum lagi gelap sekali karena berbentuk L. di sisi lain sebuah danau air payau hasil akhir dari hulu sungai yang sangat dekat dengan air laut yang kaya akan ikan kecil dan burung sejenis bangau. Sayangnya danau ini berwarna kehijauan karena seperti ditumbuhi ganggang hujau. Ikan kecil inilah yang menjadi modal utama buat para pecinta memancing dilaut, tapi biasanya pemancing menggunakan kerang laut sebagai umpan dari pada ikan kecil ini.
Pandan Laut Sebuah Ekosistem Pantai
Sumber air untuk minum didapat dengan melangkahkan kaki 30 menit ke arah utara menuju ke sungai melewati ribuan pohon pandan laut yang durinya sangat tajam. Berbagai tumbuhan seperti bakau juga tumbuh di sekitar perairan yang basah. Air yang mengalir dari bukit kecil sekeliling itu memunculkan sumber yang tiada habisnya, walah hanya berupa sungai kecil namun merupakan sumber air tawar satu-satunya. Sepasang kera besar juga akan kita jumpai, bahkan kera ekor panjang maupun ayam alas sering berkeliaran disekitar sumber air itu. Memang pantai Sanggar kaya akan pesona Alam dan satu-satunya pantai yang jarang dijamah.
Semoga keabadian akan satwa yang ada selalu terjaga.
Jangan lupa kasih komentar ato hanya sekedar tinggalkan jejak ya…trimakasih sebanyak-banyaknya
Foto diambil dari Dokumentasi ARISMADUTA
Subscribe to:
Posts (Atom)